Setelah sembilan bulan renov, akhirnya rumah kami jadi juga.
Fyuuhh. 🥲
Gak mewah, sederhana tapi kami suka.
Paling tidak, meskipun hidup di desa, kami punya semua yang kami mau di rumah.
Ada ruang kerja, tempat nongkrong, mini bar, sudut baca sampai back yard.
Proses tepatnya 200 hari kerja.
Karena cuma pakai satu tukang dan dua kuli untuk ukuran rumah 245m2 dengan luas tanah 320m2. 😅
Tanpa arsitek, tanpa mandor.
Alon-alon sing penting kelakon.
Harus sabar karena pakai ‘tukang kampung’ yang sedikit kesulitan paham apa yang kami mau.
Kami buang ruang tamu kecil dan satu kamar buat bikin teras yang gede banget.
Mungkin lebih tepatnya balai, bukan teras 😂
Kalau siang buat kerja anak toko.
Bisa juga buat pengajian, kumpul warga atau sekadar terima tamu.
Hidup di desa hampir tiap hari ada tamu 😁
Ruang tamu kedua jadi satu sama ruang kerja saya.
Bikin ruang kerja yang nyaman karena saya selamanya WFH.
Kantor cuma dua langkah dari kamar.
Bisa ngawasin anak toko juga dari sini.
Sama.
Cuma mau bersyukur.
Kerjaan saya gak keren tapi menyenangkan.
Menjalankan bisnis kecil saya, hidup di desa dengan penghasilan kota.
Kerjanya tiap hari cuma ngeliatin orang kerja 😅
Itupun sehari cuma 3-4 jam.
Sisanya goleran atau ngopi-ngopi aja.
Di samping, kami pengen ada ruang semi outdoor ala ala coffee shop, biar ngirit bisa nongkrong di rumah.
Ruang keluarga juga luas, biar bisa lari-lari dan jejeritan pas nonton bola.
Karena pagi sampe sore kami hampir selalu ada di rumah, jadi ya bikin yang nyaman biar betah.
Ada minibar dan meja makan panjang ala warung di rumah kami.
Lagi-lagi biar betah dan makin sering masak di rumah.
Oiya, dapur kami panjang, tujuh meter hahaha.
Butuh dapur luas karena kami berdua setiap hari masak bareng.
Rumah kami masih banyak kekurangan, banyak hasilnya yang kurang memuaskan.
Tapi kami bersyukur, setidaknya sudah jauh lebih baik dari pada rumah sebelumnya.
Keingingan kami punya rumah yang terang tercapai.
Pagi-sore gak perlu lampu lagi.
Ini perbandingan before-after yaa.
Rumah ini rumah masa kecil saya bersama Ayah-Ibu, wong ndeso jadi maklum kalau barangnya banyak dan harus bikin gudang di belakang.
Yaudah bikin backyard sekalian, mayan nantinya bisa buat bakaran.
Oh iya.
Untuk fasad, kami gak membuang kusen jadul ini.
Biar kesan rumah lamanya tetep ada.
Kusen ini umurnya lebih tua dari saya.
Ini saya kasih juga foto keluarga kami, dan foto saya dengan latar kusen rumah yang sama.
Di akhir-akhir masa renov, duit kami semakin menipis.
Harus putar otak biar cukup.
Akhirnya kami ‘repro’ perabot lama seperti kursi dan meja makan ini.
Rak buku juga dapet dari kayu sisa.
‘Masterpiece’ kami adalah mengubah tangga lawas ini jadi meja tv.
Hemat budget! 😁
Baiklah.
Karena ada yang nanya, saya jawab.
Keseluruhan rumah kami ini abis hampir 250jt.
Renov total dan nambah tinggi bangunan.
Sudah termasuk isi dan budget buat pengajian.
Alhamdulillah nemu tukang yang bisa hemat.
Pada akhirnya kami berharap dengan adanya rumah ini kehidupan kami jadi lebih baik.
Bisa optimal bekerja, bisa lebih bahagia.
Kami juga ingin rumah ini segera ada penghuni baru.
Rumahnya gede tapi sekarang cuma tinggal berdua, semoga besok-besok jadi lebih rame.
😁♥️
@briand_fergie
aku seneng banget baca ini, energinya sampe mas :D bikin semangat. Rumahmu, kerjaanmu, pasti kamu sadar mgkin itu impian banyak orang (termasuk aku). Sehat2 selalu mas bri, kayaknya cocok ini cobain Pandalungan trus los main ke Banyuwangi :))) ta cc istriku ah
@vegarestia